Sementara itu, di dalam sajak-sajak Mira MM Astra, yang akrab disapa Mira Antigone, penyair Indonesia yang lahir di Denpasar, Bali, pembaca akan menemukan pengembaraan diksi yang luar biasa menyebar tetapi juga menghunjam yang antara lain berakar dari kedekatan penyair pada kosmologi dan lingkungan kultural tanah kelahirannya. Mira memperlakukan bahasa dalam puisi-puisinya di antologi Serumpun ini seperti seorang pembalap yang mengendarai Aston Martin DBRS9 dengan kecepatan penuh di FIA GT Championship. Namun, menjadi juara ataukah akan tiba di garis finish bukan menjadi tujuannya sebab tantangan tertingginya adalah melaju kencang dalam kenikmatan ekstase bahasa untuk menjemput sunyi di lipatan udara.
Sebab kita
mendengar daun-daun aswattha bergetar
memuja arah pada kabut laut
laut selatan yang menyulam kembali
rumpun padang lamun
jadi usnisaku di cangkang ubun
bukan pada hari yang ketiga
ruang dimana maut
adalah seraut manis bianglala
mata pedang terasah suara-suara luka
saat warnamu;
pucuk bang yang terkulai
koyak di bawah langit kakiku