PUBLICATIONS

cover depancover-antologi-haripuisi-indopos-2013web11196348_825083484211599_9199151094665070804_n

11136680_424076944435491_7658857936360284572_n 11263033_445320752311110_7943402543496080146_n

kutipan dari kata pengantar Buku Puisi SERUMPUN
Sebab Puisi Lebih Besar dari Kata
Oleh Cecep Syamsul Hari
………………….

Sementara itu, di dalam sajak-sajak Mira MM Astra, yang akrab disapa Mira Antigone, penyair Indonesia yang lahir di Denpasar, Bali, pembaca akan menemukan pengembaraan diksi yang luar biasa menyebar tetapi juga  menghunjam yang antara lain berakar dari kedekatan penyair pada kosmologi dan lingkungan kultural tanah kelahirannya. Mira memperlakukan bahasa dalam puisi-puisinya di antologi Serumpun ini seperti seorang pembalap yang mengendarai Aston Martin DBRS9 dengan kecepatan penuh di FIA GT Championship. Namun, menjadi juara ataukah akan tiba di garis finish bukan menjadi tujuannya sebab tantangan tertingginya adalah melaju kencang dalam kenikmatan ekstase bahasa untuk menjemput sunyi di lipatan udara.

 Pengembaraan diksi Mira MM Astra kerap melahirkan frase maupun kalimat-kalimat yang menghentak, baik sebagai satu kesatuan dari sebuah sajak ataupun ketika diperlakukan sebagai kutipan-kutipan terpisah untuk mewakili perasaan tertentu. Baginya, puisi adalah kumparan cakra cahaya di tengah pusaran air, seperti yang ditulisnya dalam sajak “Pinara Pitu”:  buatlah bagimu kumparan cakra cahaya/ di tengah segala air yang memisahkan air dari air. Pengembaraan diksi yang menyebabkan puisi-puisi Mira bagaikan kumparan cahaya di tengah pusaran air, antara lain diwakili oleh sajaknya yang berjudul “Dalam Ruang Batu”, yang tiga bait terakhirnya saya kutip di bawah ini:

Sebab kita
mendengar daun-daun aswattha bergetar
memuja arah pada kabut laut
laut selatan yang menyulam kembali
rumpun padang lamun
jadi usnisaku di cangkang ubun

 
Aku bangkit dari ruang batumu

bukan pada hari yang ketiga
ruang dimana maut
adalah seraut manis bianglala

 dan kekuatanku

mata pedang terasah suara-suara luka
saat warnamu;
pucuk bang yang terkulai
koyak di bawah langit kakiku

Leave a comment